Minggu, 11 Desember 2016

POLARIZABILITAS



POLARIZABILITAS

Pengertian polarizabilitas tentulah berbeda dengan polarisasi. Maka, dalam materi ini akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan polarizabilitas dan bagaimana proses terjaadinya dan terbentuknya.
Polarizabilitas merupakan kemudahan suatu molekul untuk dapat mengalami polarisasi dan adanya interaksi yang terjadi melibatkan terjadinya antara gaya van der waals. Gaya van der waals itu sendiri juga dilibatkan dalam reaksi polarizabilitas ini.  Namun, keadaan gaya van der waals yang harus dijaga dalam suatu senyawa organik. 

Peristiwa yang terjadi pada proses polarizabilitas adalah :
  1. Mengendalikan kelarutan suatu senyawa .
  2. Menjaga keaktifan senyawa.
  3. Mengendalikan hasil samping dari hasil reaksi agar lebih stabil.
Contoh :

 AgCI Ksp = Ksp = 1,5. 10-16                                   AgI Ksp = 1,8. 10-10


       Dengan demikian, pada AgCl Ksp = 1,8. 10-10dan AgI Ksp = 1,5. 10-16 . Dapat mengetahui bahwa kelarutan akan sebanding dengan Ksp suatu senyawa. Jadi kelarutan AgCl akan lebih besar dari AgI, hal ini juga dapat kalian lihat dari gambar kedua larutan itu. Akan terlihat AgI memiliki endapan yg lebih banyak, ini menandakan bahwa kelarutan AgI kecil sehingga mudah terbentuk endapan. Semua ini dapat terjadi karena adanya gaya polarizabilitas yang mendorong terbentuknya endapan dan melarut. 




        Selain itu juga, polarizabilitas dapat terjadi karena dipengaruhi pemberian senyawa polar maupun non polar pada suatu larutan. Senyawa polar adalah senyawa yang merupakan momen dipol lebih besar dari pada nol karena molekul yang menyusun adalah molekul yang tidak sejenis dan memiliki perbedaan keelektronegatifan serta mempunyai struktur bangun asimetris. Sedangkan Senyawa non-polar adalah senyawa yang mempunyai momen dipol sama dengan nol. Hal ini dikarenakan molekul yang mempunyai atom sejenis atau molekul tidak sejenis tetapi rumus bangunnya berbentuk simetris, sehingga tidak ada kecenderungan titik berat elektron menuju salah satu molekul.

 
        



       Ikatan yang terjadi pada pelarut organik adalah ikatan kovalen, sehingga apabila dipanaskan secara langsung akan berakibat mudah putusnya ikatan antara karbon. Pemutusan ikatan tersebut dapat menyebabkan senyawa organik itu mudah terbakar dan mudah rusak, sehingga tidak dapat digunakan lagi karena terjadi perubahan bentuk molekul senyawa.

        Ini juga terjadi pada polarizabilitas berdasarkan strukturnya kepolaran pelarut dapat dikelompokkan :
Pelarut polar           : air, metanol dan etanol 
Pelarut non-polar    : benzena, sikloheksana, n-heksana dan kloroform.
Dengan penambahan pelarut yang berbeda diharapkan akan didapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. 

Faktor-faktor yang lain mempengaruhi kelarutan juga didukung dengan adanya:
  1. Ketetapan dielektrik, yaitu nisbah gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam pelarut.  
  2. Dapat tidaknya membentuk ikatan hidrogen. Adanya ikatan hidrogen membuat kelarutan zat semakin besar.  
  3. Panjang rantai karbonnya. Semakin panjang rantai karbonnya, akan semakin kecil kelarutannya.  
  4. Kemiripan struktur. Zat akan mudah larut jika memiliki kemiripan struktur.  
  5. Jenis zat terlarut. Tiap zat mempunyai kelarutan masing-masing pada suatu pelarut umumnya semua asam mudah larut dalam air kecuali beberapa asam saja yang sulit larut.  
  6. Jenis zat pelarut. Zat terlarut dibedakan atas pelarut polar adan nonpolar.  
  7. Suhu. Kelarutan akan semakin besar pada suhu tinggi. Oleh karena itu kelarutan diukur pada keadaan tertentu. 
 DAFTAR PUSTAKA 

 https://www.google.com/search?q=hasil+samping+reaksi&biw=1207&bih=558&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjZ-9LCyu3QAhXLNo8KHTAmCssQ_AUIBygC#tbm=isch&q=senyawa+polar&imgrc=IFowboZEIea2lM%3A

 http://www.pelajaransekolahonline.com/2016/06/faktor-faktor-yang-memengaruhi-kelarutan.html

 https://fitrimarwaningsih.wordpress.com/2012/12/09/senyawa-polar-dan-non-polar/

Senin, 05 Desember 2016

GAYA VAN DER WAALS


GAYA VAN DER WAALS
Bila diklasiifikasikan dalam gaya intermolekul terbagi menjadi 2 yaitu :
    
  1.   Ikatan hidrogen 








 2. Gaya van der waals 

Bila diklasifikasikan dalam gaya dipole-dipole terbagi menjadi 3 tipe yaitu :
  1.  Dipole permananen, Dilihat dari adanya gaya dipole permanen dapat terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan
  2. Dipole sementara, Dilihat dari adanya fluktuasi elektron yang dinamis, awan elektron yang tebal menunjukkan konsentrasi awan elektron yang lebih besar disatu sisi.
  3. Dipole terinduksi, Dilihat dari adanya pengaruh dari muatan tetangga.
Dalam suatu gaya van der waals terbagi atas 3 interaksi antar molekul yaitu :
a.   Interaksi dipole-dipole 



b.  Interaksi dipole terinduksi
      c.  Interksi dipole sementara
d.     d.    Gaya london ( interaksi dipole terinduksi dengan interaksi dipole sementara)

                  Ikatan van der waal ini umumnya lebih lemah ikatannya dibandingan dengan ikatan kovalen, hal ini bisa menyebabkan terjadinya dekomposisi antara ikatan. Selain itu juga dari segi kekuatannya ikatan van der waals kekuatannya kurang dari 10% dari ikatan kovalen. Dan pengaruh kestabilan ikatan van der waal ini akan jauh stabil bila jarak antar ikatan tidak saling mendekati ( berdekatan). Titik didih dan titik leleh yang tinggi menunjukkan pula besarnya gaya van derwaal yang terbentuk.  

     

       Faktor lainnya yang mempengaruhi kekuatan gaya van der waals yaitu :
  1. Luas permukaan molekul, Pada jarak tertentu gaya van der waals ini akan terjadi sehingga timbul interaksi dipol. Interaksi dipole akan semakin besar apabila besarnya permukaan pada molekul tersebut terbentuk.
  2. Ukuran molekul, Besarnya ukuran molekul menimbulkan gaya van der waal yang kuat. Begitu pula dengan pengaruh awan elektron yang besar . sehingga polarisasi juga akan besar hal ini menimbulkan dispersi dipol yang besar pula.
  3. Jenis dipole
  4. Jumlah elektron
  5. Bentuk molekul 

DAFTAR PUSTAKA 

 https://www.google.com/search?q=gaya+van+der+wals&ie=utf-8&oe=utf-8#q=gaya+van+der+wals&tbm=nws
 https://www.google.com?hgambar =utf-8&oe=utf-8#tbm=nws&q=CONTOH+gaya+van+der+wals

 

Sabtu, 03 Desember 2016

TAUTOMERI




TAUTOMERI
Tautomeri umumnya terjadi pada senyawa keto dan enol. Pada contoh :
                                                           

                  

Dari literatur menunjukkan, Suatu bentuk keto memiliki ikatan C-H, C-C, dan C=O, serta mempunyai ikatan C=C, C-O, dan O-H. Kestabilan ini diperlihatkan pada keto yang lebih stabil.
Sehingga kestabilan keto mengandung ikatan rangkap yang dapat berkonjugasi dengan ikatan rangkap enol, jumlah enol menjadi besar dan bahkan bisa menjadi dominan. Contohnya pada Ester yang  mempunyai enol lebih banyak daripada keton. Di dalam molekul seperti asetoasetat, enol juga akan distabilkan oleh ikatan hidrogen internal, yang mana ikatan ini tidak tersedia dalam bentuk keto:
                                               

Sering kali jika kandungan enolnya tinggi maka kedua bentuk dapat diisolasi. Bentuk keto ester asetoasetat murni meleleh pada -39oC sedangkan bentuk enolnya adalah cairan dengan titik leleh -78oC. masing-masing dapat disimpan selama beberapa hari jika katalisator seperti asam atau basa benar-benar telah dikeluarkan. Bahkan enol paling sederhana yakni vinil alkohol CH2=CHOH telah dibuat dalam fase gas pada suhu kamar, dan enol ini mempunyai waktu paruh sekitar 30 menit


Keberadaan enol sangat dipengaruhi oleh pelarut, konsentrasi, dan suhu. Ester asetoasetat mempunyai kandungan enol 0,4% dalam air dan 19,8% dalam toluena. Dalam hal ini, air mengurangi konsentrasi enol melalui pembentukan ikatan hidrogen dengan karbonil sehingga gugus tersebut kurang bersedia membentuk ikatan hidrogen internal.
Jika ada basa kuat, kedua bentuk enol dan keto dapat kehilangan proton. Anion yang dihasilkan keduanya adalah sama. 

 Tautomeri pergeseran proton yang lain
Di dalam semua hal, anion hasil dari pelepasan sebuah proton dari masing-masing
tautomer adalah sama karena resonansi. Beberapa contoh adalah:
  1. Tautomeri Keto-Enol
                 

Bagi fenol yang paling sederhana, di dalam setimbangan ini terletak pada sisi fenol karena hanya pada sisi ini terdapat kearomatikan. Bagi fenol sendiri, tidak ada fakta untuk keberadaan bentuk keto. Meskipun demikian, bentuk keto menjadi penting dan mungkin dominan apabila:
 (1) adanya gugus tertentu, seperti gugus OH kedua atau  gugus N=O
 (2) dalam sistem aromatik yang dipadukan, dan
 (3) di dalam sistem heterosiklik.
Bagi kebanyakan senyawa heterosiklik dalam fase cair atau dalam larutan, bentuk keto adalah bentuk yang lebih stabil; meskipun di dalam fase uap, posisi kesetimbangan menjadi berbalik.
2. Tautomeri Nitroso-Oksim 
                 
3.  senyawa nitro alifatik berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aci.


.
4.   Tautomeri imina-enamina.
                             

DAFTAR PUSTAKA
Bansal, R. K, 1980, Organic Reaction Mechanisms, McRaw-Hill Publishing Company
Limited, New Delhi.
Ferguson, L. N., 1966, The Modern Structural Theory of Organic Chemistry, Prentice-
Hall of India (Private) LTD, New Delhi.
Isaacs, N. S., 1975, Reactive Intermediates in Organic Chemistry, Jihn Woley & Sons,
London.
Isaacs, N. S., 1995, Physical Organic Chemistry, 2nd Edition, Prentice Hall, London.
March, J., 1985, Advanced Organic Chemistry – Reactions, Mechanisms, and Structure,
3rd Edition, New York.

Senin, 28 November 2016

EFEK INDUKSI



Efek induksi

Semakin jauh dengan pusat reaksi. Maka, nilai keasamannya semakin kecil.Begitu pula sebaliknya.

       Dalam suatu senyawa alkanan (C-H) suatu atom karbon berikatan dengan atom hidrogen membentuk ikatan sigma, maka distribusi elektron sepanjang sumbu antara ikatan kedua atom tersebut sama. Bila atom H pada senyawa CH4 diganti dengan atom yang memilki elektronegatifitas yang lebih besar misalnya X, akan terjadi pergeseran elektron dari atom C Kkearah atom X, sehingga kerapatan elektron di sekitar atom X lebih besar dari kerapatan elektron di sekitar atom karbon. Sebaliknya bila atom H diganti dengan atom lain, Y misalkan yang memiliki sifat keelektronegatifan lebih kecil dari C, maka kerapatan elektron lebih besar berada di sekitar C, atau terjadi pergeseran elektron ikatan dari Y ke atom karbon

Sebagai contoh pada : 




Pada pKa 3,73 memilki keasaman yang sedang dibandingkan dengan lainya karena, adanya gugus H  sebagai subtituen yang mengikat langsung dengan asam karbioksilat. Pada pKa yang ditunjukkan nilai 4,75 yang mana, adanya subtituen yang terikat langsung dengan asam karbonil yaitu CH3. CH3 menjadi subtituenyang memiliki nilai keasaman terkecil. Pada pKa 2,66 didapatkan nilai keasaman yang tinggi karena adanya subtituen yang berikatan langsung dengan asam karboksilalat yaitu atom H. Dimana atom H yang memilki keasaman yang teertinggi dikarenakan adanya unsur Halida yang terikat.